1. Unsur-Unsur Utama Siklus Hidrologi
Hidrosfer
merupakan daerah perairan yang mengikuti bentuk bumi yang bulat. Hidrosfer
berasal dari kata hidros yang berarti ’air’ dan sphere yang
berarti ’daerah’ atau ‘bulatan’. Daerah perairan ini meliputi samudra, laut,
danau, sungai, gletser, air tanah, dan uap air yang terdapat di atmosfer.
Hidrosfer menempati sebagian besar muka bumi karena 75% muka bumi tertutup oleh
air. Jumlah air yang tetap dan selalu bergerak dalam satu lingkaran
peredaran membentuk suatu siklus yang dinamakan siklus hidrologi, siklus
air, atau daur hidrologi.
Penguapan
air yang terjadi di permukaan bumi terutama samudra dan laut disebabkan oleh
panas matahari. Uap air yang terbentuk akan bergerak naik ke udara yang segera
diikuti penurunan suhu. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, uap air yang
mengalami kondensasi (pengembunan) dan berubahlah menjadi embun atau awan, dan
akhirnya embun berubah menjadi hujan atau salju.
Ada tiga
macam siklus hidrologi, yaitu:
a. siklus kecil, terjadi jika air laut menguap,
mengalami kondensasi menjadi awan dan hujan, lalu jatuh ke laut;
b. siklus sedang, terjadi dari air laut menguap,
mengalami kondensasi dan terbawa angin, membentuk awan di atas daratan, jatuh
sebagai hujan, lalu masuk ke tanah, selokan, sungai, dan ke laut lagi;
c. siklus besar, terjadi dari air laut yang menguap,
menjadi gas kemudian membentuk kristal-kristal es di atas laut, dibawa angin ke
daratan (pegunungan tinggi), jatuh sebagai salju, membentuk gletser (lapisan es
yang mencair), masuk ke sungai, lalu kembali ke laut.
Dengan
memahami konsep daur hidrologi secara luas, pengertian istilah daur dapat
digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan,
misalnya dalam perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Di dalam daur hidrologi, masukan
berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos
(througfall), aliran batang (stemflow), dan air hujan yang
langsung ke permukaan tanah. Sedangkan air larian dan air infiltrasi akan
mengalir ke sungai sebagai debit aliran dan sebagian lagi menjadi air tanah.
Siklus
hidrologi besar terjadi di dalam DAS, dalam mempelajari DAS, daerah aliran
sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Secara
biogeofisik daerah hulu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: merupakan daerah
konservasi, kemiringan lereng besar (>15%), bukan merupakan daerah banjir.
Jenis penggunaan lahan merupakan hutan, mempunyai bentuk lembah sungai V.
Daerah hilir DAS mempunyai ciriciri sebagai berikut: merupakan daerah budi
daya, kemiringan lereng kecil (<8%), dan beberapa tempat merupakan daerah
banjir. Jenis penggunaan lahan didominasi tanaman pertanian, mempunyai bentuk
lembah sungai U dan pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.
Daerah aliran sungai yang tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik DAS yang berbeda tersebut di atas.
Ekosistem DAS
hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan
terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi
tata air. Erosi yang terjadi di daerah hulu akibat praktik bercocok tanam yang
tidak mengikuti kaidahkaidah konservasi tanah dan air atau akibat pembuatan
jalan yang tidak direncanakan dengan baik tidak hanya berdampak di daerah erosi
tersebut berlangsung, tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam
bentuk penurunan kapasitas tampung waduk sehingga terjadi pendangkalan sungai
dan saluran irigasi yang meningkatkan risiko banjir.
Demikian
juga penebangan hutan secara terus-menerus di daerah hulu akan menimbulkan
peningkatan laju erosi di daerah tengah dan hilir. Dengan demikian, kondisi
hidrologis DAS yang baik sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan dan konservasi
lahan di wilayah DAS tersebut. Siklus air terjadi karena adanya proses-proses
yang mengikuti gejala meteorologis dan klimatologis, antara lain, sebagai
berikut.
a. Transpirasi, adalah proses pelepasan uap air dari
tumbuh-tumbuhan melalui stomata atau mulut daun.
b. Evaporasi, adalah penguapan benda-benda abiotik
dan merupakan proses perubahan wujud air menjadi gas. Penguapan di bumi 80%
berasal dari penguapan air laut.
c. Evapotranspirasi, adalah proses gabungan antara
evaporasi dan transpirasi.
d. Kondensasi, merupakan proses perubahan wujud uap
air menjadi air akibat pendinginan.
e. Presipitasi, merupakan segala bentuk hujan dari
atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air, hujan es, dan hujan salju.
f.
Run off (aliran permukaan), merupakan
pergerakan aliran air di permukaan tanah melalui sungai dan anak sungai.
g. Adveksi, adalah transportasi air pada gerakan
horizontal seperti transportasi panas dan uap air oleh gerakan udara mendatar
dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
h. Infiltrasi, yaitu perembesan atau pergerakan air
ke dalam tanah melalui pori tanah.
2. Jenis-Jenis Perairan di Muka Bumi
a. Sungai
Sungai
adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di
laut, danau, atau sungai lain yang lebih besar. Aliran sungai merupakan aliran
yang bersumber dari tiga jenis limpasan, yaitu: limpasan yang berasal dari
anak-anak sungai dan limpasan dari air tanah.
Ada berbagai
bentuk atau tipe sungai, yaitu:
1. sungai consequent longitudinal, merupakan sungai yang mempunyai
aliran yang sejajar dengan antiklinal;
2. sungai consequent lateral, merupakan sungai
yang mempunyai arah aliran menuruni lereng-lereng asli yang ada di permukaan
bumi seperti done, blockmountain, atau dataran yang baru terangkat;
3. sungai superimposed, merupakan sungai yang mengalir pada lapisan sedimen
datar yang menutupi lapisan batuan di bawahnya;
4. sungai subsequent, merupakan sungai yang terjadi jika di daerah sungai consequent
lateral terjadi erosi mundur sampai ke puncak lerengnya, sehingga sungai
tersebut akan mengadakan erosi ke samping dan memperluas lembahnya, akibatnya
akan timbul aliran baru yang mengikuti arah strike (arah patahan);
5. sungai resequent, yakni sungai yang mengalir menuruni dip slope (kemiringan
patahan) dari formasi-formasi daerah tersebut dan searah dengan sungai consequent
lateral dan sering merupakan anak sungai subsequent;
6. sungai antecedent, merupakan sungai yang arah alirannya tetap karena
dapat mengimbangi pengangkatan yang terjadi pada proses yang lambat;
7. sungai obsequent, yakni sungai yang mengalir menuruni permukaan
patahan, jadi berlawanan dengan dip dari formasi-formasi patahan;
8. sungai insequent, yakni sungai yang terjadi tanpa ditentukan oleh
sebabsebab yang nyata; sungai ini mengalir dengan arah tidak tertentu sehingga
terjadi pola aliran dendrites;
9. sungai reverse, merupakan sungai yang mengubah arah alirannya karena
sungai ini tidak dapat mempertahankan arah alirannya melawan suatu
pengangkatan;
10.
sungai
compound, merupakan
sungai yang membawa air dari daerah yang berlawanan geomorfologinya;
11.
sungai
composit, merupakan
sungai yang mengalir dari daerah yang berlainan struktur geologinya;
12.
sungai
anaclinal, merupakan
sungai yang mengalir pada permukaan, yang secara lambat terangkat dan arah
pengangkatan tersebut berlawanan dengan arah arus sungai.
1. Pola Aliran Sungai
Ada berbagai pola aliran sungai sebagai berikut.
a. Paralel, adalah pola aliran yang lurus atau
hampir lurus ke tempat yang lebih rendah, terdapat pada suatu daerah yang luas
dan miring sekali sehingga gradien dari sungai itu besar.
b. Rectangular, merupakan pola aliran siku-siku di
mana pola aliran ini terdapat daerah yang mempunyai struktur patahan, atau
hanya joint (retakan).
c. Angulate, merupakan pola aliran yang hampir
membentuk sudut 90o, tetapi sungai-sungai masih terlihat mengikuti garis-garis
patahan.
d. Radial centrifugal, merupakan pola aliran pada kerucut
gunung berapi atau dome sampai stadium muda dengan pola aliran menuruni
lerenglereng pegunungan.
e. Radial centripetal, merupakan pola aliran pada suatu
kawah atau crater dan suatu kaldera dari gunung berapi atau depresi
lainnya, yang pola alirannya menuju ke pusat depresi tersebut.
f. Trellis, merupakan pola aliran yang
berbentuk, seperti tralis dengan bentukan antiklin dan sinklin yang pararel.
g. Annular, merupakan variasi dari radial
pattern, yang terdapat pada suatu dome atau kaldera yang sudah mencapai
stadium dewasa dan sudah timbul sungai consequent, subsequent, resequent,
dan obsequent.
h. Dendritic, adalah pola aliran yang mirip cabang
atau akar tanaman, terdapat pada daerah yang batu-batuannya homogen, dan
lerenglerengnya tidak begitu terjal, sehingga sungai-sungainya tidak cukup
mempunyai kekuatan untuk menempuh jalan yang lurus dan pendek.
2. Meander Sungai
Meander atau
bentuk kelokankelokan aliran sungai, sering didapati pada aliran sungai di
daerah dataran rendah. Meander terjadi karena adanya reaksi antara aliran
sungai dan batu-batuan yang homogen dan kurang resisten terhadap erosi.
Terdapat dua sisi pada lengkungan meander. Undercut adalah
berpindahnyaaliran air yang disebabkan oleh sedimentasi pada bagian lengkung
meander sehingga aliran air di luar lebih cepat daripada arus air pada sisi
dalamnya. Kondisi ini menyebabkan sisi luar lengkung tererosi dan hasil
erosinya terendap di bagian dalam. Jika berlangsung secara terusmenerus, dapat
membentuk setengah lingkaran atau bahkan hampir melingkar penuh.
Batas
daratan yang sempit yang memisahkan antara tikungan yang satu dan tikungan
lainnya akhirnya terpotong oleh saluran yang baru, dan terbentuklah danau tapal
kuda atau danau mati (oxbow lake). Sungai San Juan merupakan salah satu
contoh sungai bermeander berelief kasar, karena melakukan erosi pendalaman
terhadap batuan dasar sehingga sungai tersebut berkedudukan tepat di dasar
lembahnya.
3. Delta
Delta adalah
endapan yang terbentuk di ujung aliran yang sudah dekat muara di laut atau
danau. Ada berbagai bentuk dan ukuran delta. Berbagai faktor yang menyebabkan
terjadinya delta, antara lain, musim, kecepatan aliran sungai, dan jenis
batuan.
4. Identifikasi Berbagai Proses Pelapukan/Pengikisan
Sungai
Erosi (pengikisan), pengangkutan
(transportasi), dan penimbunan atau pengendapan (sedimentasi) yang terjadi
secara alami ketika air mengalir. Kemiringan daerah aliran sungai, volume air
sungai, dan kecepatan aliran air merupakan faktor yang memengaruhinya.
Aktivitas pengikisan akan semakin meningkat jika kemiringan aliran air sungai
makin besar, sedangkan di daerah datar yang kecepatan airnya lambat penimbunan
atau pengendapan material akan semakin intensif.
5. Lembah Sungai
Lembah
sungai merupakan hasil pengikisan air yang mempunyai bentuk permukaan yang
lebih rendah daripada bagian lainnya. Pertumbuhan suatu lembah sungai dapat
berjalan melalui tiga proses, yakni: pendalaman, pelebaran, dan pemanjangan.
1. Pendalaman lembah sungai
Perbedaan
ketinggian yang besar menyebabkan proses erosi di daerah hulu sungai. Kekuatan
aliran erosi bekerja dengan cara menumbuk dan menggerus dasar sungai. Cara
kerja ini disebut sebagai pengikisan hidrolik. Pengikisan dan pendalaman
saluran juga dipercepat oleh terjadinya pengikisan mekanik. Pengikisan mekanik
ini dipercepat oleh serpihan batuan yang terbawa oleh aliran yang deras. Selain
itu, terjadi pula pengikisan kimiawi yaitu proses pelarutan dan reaksi asam
terhadap dasar dan tepi saluran sungai.
2. Pelebaran lembah sungai
Lambatnya
kecepatan arus air di daerah datar menyebabkan proses erosi ke samping
(lateral) sehingga erosi lateral lebih pada melebarnya lembah sungai. Erosi
lateral juga dibarengi dengan proses agradasi atau penambahan endapan yang berasal
dari materi longsoran (mass wasting) dari lereng atasnya. Kondisi ini
dapat mempercepat terjadinya pelebaran lembah sungai.
3. Pemanjangan lembah sungai
Penurunan
permukaan laut yang menyebabkan daratan bertambah maju, pertumbuhan delta yang
menambah luas daratan merupakan penyebab terjadinya pemanjangan lembah.
Perkembangan lembah sungai dapat dijadikan sebagai penunjuk umur lembah
tersebut, umur ini adalah umur relatif berdasarkan kenampakan bentuk lembah
dalam beberapa tingkatan. Stadium awal ditandai dengan daya kikis vertikal yang
masih besar disebabkan oleh gradien sungai yang masih besar. Dataran asli baru
yang disebabkan oleh pengangkatan dasar laut dan sedimentasi gunung berapi
terbentuk pada stadium ini. Di beberapa tempat terdapat permukaan sungai dengan
lembah yang kecil-kecil. Dapat dikatakan bahwa pada stadium ini daerah
sekelilingnya masih merupakan bentuk antaraliran dan erosi baru.
Stadium
muda pembentukan lembah dimulai dengan
beberapa tandatanda, antara lain:
1. daya kikis vertikal yang kuat akibat gradien yang masih
besar menyebabkan penampang lintang dari lembah berbentuk huruf V;
2. daya angkut aliran air sungai paling besar;
3. lebar bagian bawah lembah dan lebar saluran sungai sama
besar;
4. dasar lembah belum merata.
Stadium
dewasa lembah sungai mempunyai ciri:
1. gradien sungai lebih kecil daripada gradien pada stadium
muda;
2. terjadinya erosi lateral, dan tidak lagi terjadi erosi
vertikal praktis
3. lembah sungai berbentuk U, dengan kedalaman yang lebih kecil
daripada ukuran lebarnya;
4. terdapat dataran banjir (flood plain) pada lembah
sungai dan terbentuknya kelokan (meander) pada flood plain sungai;
5. pada bagian akhir stadium dewasa sungai sudah mengalami
pendataran dasar sungai akibat sedimentasi.
6. Kualitas fisik air sungai dan pemanfaatan sungai
Di Pulau
Jawa, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, dan
Surabaya, kualitas airnya cenderung menurun. Adanya perubahan kadar parameter
tertentu seperti kadar pH, kebutuhan oksigen biologi (Biological Oxygen
Demand = BOD) dan kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand =
COD) dapat dijadikan petunjuk terhadap penurunan kualitas air sungai. Parameter
BOD dan COD sungai-sungai di seluruh provinsi di Pulau Jawa yang telah
melampaui batas baku mutu yang ditetapkan. Selain itu, kekeruhan air dan jumlah
lumpur yang mencapai 25 ton/tahun pada sungai-sungai di Pulau Jawa dapat menunjukkan
adanya erosi tanah di bagian hulu sungai.
Nilai ambang
batas pencemaran berhubungan dengan pengaturan terhadap pemanfaatan sungai.
Penentuan manfaat sungai dapat ditentukan oleh kualitas air saat itu.
Masyarakat pengguna dan para pengusaha yang andil dalam terjadinya pencemaran
air diharapkan dapat mengatasi permasalahan kuantitas dan kualitas air.
Program yang
dilakukan untuk mengatasi pencemaran air sungai ini adalah program kali bersih
(prokasih). Program ini difokuskan untuk menurunkan jumlah beban zat pencemar
yang masuk ke sungai.
Peranan
penting sungai bagi kehidupan manusia, antara lain:
1. untuk pengairan, misalnya dengan
dibuat waduk;
2. kaya bahan-bahan bangunan seperti
pasir, batu kali, dan kerikil yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan;
3. sebagai mata pencarian penduduk,
seperti pengamjikan pasir dan batubatu; pencarian bijih emas, intan, timah
aluvial; dan perikanan;
4. sumber pembangkit tenaga listrik
dengan memanfaatkan air terjun sungai;
5. kandungan mineral yang terdapat di
dalam air sungai dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk meningkatkan
kesuburannya karena unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan tanaman;dataran
aluvial yang subur merupakan hasil pengendapan air sungai;
6. bagi kelangsungan suatu industri
yang banyak memerlukan air, seperti industri bata dan genting, sungai mempunyai
arti yang sangat penting;
7. untuk lalu lintas atau transportasi
air.
b. Danau
Kumpulan air
dalam cekungan tertentu, yang biasanya berbentuk mangkuk disebut dengan danau.
Suplai air danau berasal dari curah hujan, sungai-sungai, serta mata air dan
air tanah. Danau bersifat permanen atau tetap berair sepanjang tahun. Akan
tetapi, jika sumber air pengisi danau berasal dari salah satu saja, danau tersebut
bersifat sementara atau periodik, sehingga pada waktu tertentu danau tersebut
akan kering.
Menurut
terjadinya, danau dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
1. Danau Vulkanis
Danau
vulkanis terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanis. Depresi vulkanis timbul
pada bekas suatu letusan gunung api. Dasar cekungan yang tertutup oleh material
vulkan tidak tertembus oleh air, sehingga jika terjadi hujan, airnya akan
tertampung dan membentuk danau vulkanis. Bentuk dan luas yang terjadi dipengaruhi
oleh tipe letusan. Pada tipe gunung api maar akan terbentuk danau maar, pada
gunung api dengan letusannya kaldera, akan terbentuk sebuah danau kaldera yang
luas. Contoh danau vulkanis adalah Danau Singkarak di Sumatra Barat.
2. Danau Tektonik
Danau
tektonik terbentuk karena bentuk-bentuk patahan dan slenk yang ditimbulkan oleh
gerak dislokasi (perpindahan lokasi) di permukaan bumi. Slenk yang diapit oleh
horst, di sekitarnya dapat membentuk danau kalau mendapat air dalam jumlah yang
cukup (air hujan, sungai, mata air). Contoh danau tektonik adalah Great Basin
di Amerika Serikat, Danau Nyasa, dan Danau Tanganyika di Afrika Timur.
3. Danau Lembah Gletser
Setelah
zaman es berakhir, daerah-daerah yang dahulunya dilalui gletser menjadi kering
dan diisi oleh air. Danau akan terbentuk jika lembah yang telah terisi air itu
tidak berhubungan dengan laut.
4. Danau Dolina
Danau
dolina/dolin merupakan danau yang terdapat di daerah karst dan umumnya berupa
danau kecil yang bersifat temporer. Danau ini dapat terbentuk jika di dasar dan
tebing dolina terdapat bahan geluh lempung yang tak tembus air, sehingga jika
terjadi hujan airnya tidak langsung masuk ke dalam tanah kapur, tetapi akan
tertampung di dolina terbentuklah danau dolina. Danau dolina dapat juga terjadi
karena adanya air di dalam tanah kapur tinggi.
5. Danau Terbendung/Danau Buatan
Danau ini
terbentuk karena tertahannya aliran air oleh bahan-bahan lepas maupun terikat,
misalnya, runtuhan gunung, moraine ujung dari gletser, dan aliran lava yang
membendung lembah sungai. Waduk atau dam merupakan danau buatan, hasil
bendungan manusia, seperti Waduk Kedung Ombo, Waduk Gadjah Mungkur, dan Waduk
Sermo.
6. Danau karena Erosi Sungai
Contoh:
danau tapal kuda (oxbow lake).
Berdasarkan jenis
airnya, danau dapat dibedakan atas berikut.
a. Danau Air Tawar
Sumber air
dari danau air tawar adalah air hujan. Danau air tawar banyak terbentuk di
daerah-daerah bercurah hujan tinggi atau humid (basah). Danau-danau di
Indonesia sebagian besar merupakan danau air tawar.
b. Danau Air Asin
Danau ini
bersifat temporer. Umumnya danau air asin terdapat di daerah semiarid dan
arid. Penguapan yang terjadi sangat kuat, dan tidak memiliki aliran
keluaran. Danau ini mempunyai kadar garam yang tinggi, sehingga jika danau
tersebut kering, akan tertinggal lapisan garam di dasar danau tersebut. Danau
dengan kadar garam yang tinggi, misalnya, Great Salt Lake, kadar garamnya
sebesar 18,6% dan Laut Mati (Israel), kadar garamnya 32%.
Kondisi
Danau di Indonesia
Luas danau
di Indonesia lebih kurang seluas 1,85 juta hektare atau 0,52 persen. Namun,
sebagian besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa danau di Indonesia
sudah tercemar, antara lain, Danau Pluit di Jakarta yang telah tercemar nitrat,
fosfat, klorida, dan sulfat yang sangat tinggi.
Beberapa
danau dapat hilang karena adanya pembentukan delta-delta dan pelumpuran di
danau yang disebabkan adanya erosi, akibat gundulnya hutan di hulu sungai,
kemudian terbawa oleh air yang berakibat pada pendangkalan danau dan hilangnya
danau; gerakan tektonik yang berupa pengangkatan dasar danau; pengendapan jasad
hewan dan tumbuhan yang mati berakibat pada cepatnya pendangkalan danau;
penguapan yang kuat, terutama di daerah arid; banyaknya air yang keluar karena
banyaknya sungai-sungai yang meninggalkan danau yang menimbulkan erosi dasar
pada bibir danau, akibatnya danau dapat menjadi kering dan kehabisan air, atau
karena ditimbun oleh manusia.
Proses
sedimentasi yang cukup tinggi di Rawa Pening (Jawa Tengah), Danau Sentani
(Papua), Danau Tempe (Sulawesi Selatan), Danau Tondano dan Danau Limboto
(Sulawesi Utara), dan Danau Singkarak (Sumatra Barat) harus segera
ditanggulangi dengan pengelolaan dan menjaga hutan di sekitar danau. Cara ini
dilakukan untuk menjaga ketersediaan air dan menghambat pengendapan lumpur yang
berlebihan. Selain hal tersebut, upaya lain yang dapat dilakukan adalah
memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga dan
mempertahankan kualitas lingkungan yang berupa hutan, tanah, dan air.
c. Rawa
Daerah di
sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah lumpur
dengan kadar air relatif tinggi. Wilayah rawa yang luas banyak terdapat di
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Berdasarkan genangan airnya, rawa
dibedakan atas berikut.
1. Rawa yang Airnya Selalu Tergenang
Tanah-tanah
di daerah rawa ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Keadaan
ini terjadi karena tanahnya tertutup tanah gambut yang tebal. Selain itu,
karena derajat keasamannya (pH) yang tinggi(mencapai 4,5) yang berwarna
kemerah-merahan, sulit ditemukan hewan yang hidup di rawa ini.
2. Rawa yang Airnya Tidak Selalu
Tergenang
Rawa jenis
ini menampung air tawar yang berasal dari limpahan air sungai pada saat air
laut pasang, pada saat air laut surut airnya akan mengering. Derajat keasaman
rawa ini tidak terlalu tinggi karena adanya pergantian air tawar di daerah rawa
masih dapat dimanfaatkan untuk pertanian pasang surut. Adanya pohon-pohon
rumbia merupakan ciri bahwa kawasan rawa memiliki tanah yang tidak terlalu
asam.
Rawa dapat
dimanfaatkan sebagai berikut:
a. jika keasamannya tidak terlalu tinggi, rawa tersebut
dapat dijadikan lahan persawahan dan perikanan;
b. sebagai objek wisata seperti Rawa Pening;
c. sebagai batas alam untuk menangkal masuknya intrusi
air laut ke darat.
3. Gambaran Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah
aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang terbentuk dari kumpulan sungai dalam
suatu sistem cekungan dengan aliran keluar atau muara tunggal. Daerah aliran
sungai merupakan areal tampungan air yang masuk ke dalam wilayah air sungai.
Pengukuran DAS dapat dilakukan dengan cara menarik garis yang pada titik-titik
tertinggi menghubungkan wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain. Saat
ini ada 36 DAS di Indonesia berada dalam kondisi kritis dengan kerusakan yang
sangat parah. Di bagian hulu sungai sebagian areal hutan telah ditumbuhi banyak
semak belukar dan ada juga yang sudah gundul.
Seperti
pernah kita lihat adanya berbagai masalah yang timbul dengan terjadinya banjir
bandang di Sinjai, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Masalah ini dapat timbul karena gundulnya hutan di bagian hulu, sehingga tidak
mampu menampung luapan air jika terjadi hujan secara terus-menerus. Demikian
juga yang terjadi di bagian bawah, karena erosi tanah yang terbawa oleh air
akan mengendap sebagai lumpur dan menyebabkan pendangkalan di sungai, waduk,
ataupun saluran air, sehingga ketika terjadi hujan yang terus-menerus air
sungai akan meluap dan terjadilah banjir. Gundulnya hutan merupakan akibat dari
penggunaan tanah yang tidak tepat, seperti sistem perladangan berpindah dan
pertanian lahan kering, tanpa perlakuan konservasi yang tepat dan tidak
mengikuti pola tata guna tanah.
DAS banyak
dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis batuan, dan banyaknya tumbuhan yang
dilalui DAS, dan banyak sedikitnya air yang jatuh ke alur pada waktu hujan.
Bentuk lereng DAS sangat berpengaruh terhadap kecepatan terkumpulnya air hujan
di dalam aliran. Meander, dataran banjir, dan delta adalah bagian dari DAS.
Banyaknya hujan di DAS dapat dihitung dengan cara isohyet dan thiessen.
a.
Isohyet, merupakan garis dalam peta yang
menghubungkan tempattempat yang mempunyai jumlah curah hujan yang sama selama
satu periode tertentu. Isohyet digunakan jika luas DAS lebih besar dari 5.000
km2.
b.
Thiessen, digunakan kalau bentuk DAS tidak
memanjang dan sempit, dengan luas antara 1.000–5.000 km2. DAS dapat dibagi
menjadi tiga daerah yaitu daerah hulu sungai, tengah sungai, dan hilir sungai.
DAS di hulu sungai berbukit-bukit, berlereng curam, banyak digunakan untuk
areal ladang sayuran, perkebunan, atau hutan yang merupakan daerah penyangga
dan banyak permukiman penduduk di sekitar aliran sungai. DAS di bagian tengah
sungai, relatif landai, biasa digunakan untuk jalur transportasi, karena
daerahnya yang datar daerah ini merupakan pusat aktivitas penduduk, seperti
pertanian, perdagangan, perindustrian, dan merupakan pusat-pusat permukiman
penduduk. DAS di bagian hilir merupakan daerah yang landai, subur, dan banyak
dimanfaatkan untuk permukiman dan areal pertanian (misalnya, areal tanaman
padi, jagung, dan tanaman kelapa).
4. Potensi Air Permukaan dan Air Tanah
a. Lapisan Tak Kedap
Lapisan tak kedap adalah lapisan yang mudah tertembus
air sehingga air tidak tertahan dan langsung dapat meresap sampai pada lapisan
kedap. Kadar pori lapisan tak kedap cukup besar, contoh lapisan tembus air
ialah pasir, padas, kerikil, dan kapur.
b. Lapisan Kedap
Lapisan kedap ini adalah lapisan yang tak tembus air.
Kadar pori lapisan kedap sangat kecil sehingga kemampuan untuk meneruskan air
juga kecil. Kadar pori merupakan jumlah pori atau celah pada butir-butir tanah
(%). Pada lapisan lempung setelah mengisap air hingga jenuh air tidak akan
terserap lagi sehingga semua air akan dialirkan atau tetap menggenang. Contoh
lapisan kedap, yaitu geluh, napal, dan lempung.
c.
Lapisan
Peralihan
Lapisan peralihan terletak di antara lapisan kedap dan
lapisan tak kedap. Lapisan ini merupakan kombinasi dari dua lapisan tersebut.
Keadaan air dan posisi tanah dalam lapisan tak kedap dapat memengaruhi gerak
aliran airnya. Jika lapisan yang kurang kedap terletak di atas dan di bawah
tubuh air, dapat dihasilkan suatu lapisan penyimpanan air yang disebut air
tanah tak bebas. Perbedaan tinggi suatu tempat dengan daerah tangkapan hujan
sangat berperan dalam timbulnya tekanan air tanah tak bebas. Sumur artesis
muncul jika pengeboran dilakukan di daerah yang lebih rendah daripada permukaan
air tanah pada daerah tangkapan hujan.
Bagi daerah-daerah yang kering, beriklim arid (panas)
dan semiarid (semipanas), air artesis mempunyai arti yang sangat
penting. Contoh daerah cekungan artesis di Australia Tenggara, terletak di
daerah aliran Sungai Darling dan Sungai Murray.
5. Penampang Air Tanah
Lapisan
batuan porous merupakan pengikat air tanah freatik dengan jumlah cukup besar.
Kedalaman lapisan freatik tergantung pada ketebalan lapis-lapis batuan di
atasnya. Jika lapisan freatik menjumpai retakan atau patahan, air akan keluar
ke permukaan dan awalnya sering membawa endapan air. Amatilah penampang lapisan
air tanah sebagai berikut.
Hal-hal berikut ini sedapat mungkin
harus dihindari agar kelestarian air tanah di lingkungan kita tetap terjaga,
hal-hal yang perlu dicegah tersebut, antara lain:
1. kepadatan penduduk dan permukiman yang berlebihan pada satu
wilayah karena berkaitan dengan membesarnya konsumsi air tanah;
2. penggunaan air tanah yang berlebih-lebihan oleh industri
karena akan mempercepat menurunnya volume air tanah;
3. agar tidak terjadi perluasan, pemanfaatan air tanah (tawar)
di daerah pantai harus sesuai dengan peraturan;
4. pengawasan terhadap penggunaan lahan sepanjang daerah aliran
sungai (DAS);
5. perusakan hutan dan lahan penghijauan menimbulkan tidak
seimbangnya tata air;
6. pembuangan atau kontaminasi limbah terhadap air tanah,
terutama limbah industri dan domestik;
7. tidak adanya pelaksanaan analisis mengenai dampak
lingkungan(amdal), khususnya terhadap air tanah, terhadap rencana pembangunan.
Kegunaan Air Tanah
Kandungan
air tanah yang potensial terjadi karena:
1. tingginya curah hujan, rata-rata lebih dari 2.000 mm/tahun;
2. populasi tumbuhan penutup tanah dan sekitar 75% berupa lahan
kehutanan;
3. terdapatnya beraneka jenis tanaman berperan dalam
memperbesar absorpsi terhadap air permukaan, mengingat Indonesia beriklim
tropis.
Air tanah sangat diperlukan dalam
kehidupan manusia. Air tanah merupakan air paling bersih dan paling sehat untuk
minum, masak, mandi, dan cuci. Mengapa demikian? Ini terjadi karena proses
pembentukan air tanah melalui proses penyaringan, pembersihan, dan penetralan derajat
keasamannya. Air tanah dapat ditemukan dengan menggali atau mengebor lapisan
tanah. Dengan sumur-sumur biasa ataupun dengan pengeboran atau pembuatan sumur
artesis pada air tanah tertekan. Pada air sungai permanen, salah satu sumber
airnya berasal dari beberapa mata air di daerah hulu aliran sungainya yang
masih memiliki hutan yang lebat. Air sungai permanen dapat dimanfaatkan untuk
pengairan, perhubungan, dan objek wisata, karena pada sungai ini volume airnya
relatif tetap. Pembuatan sumur resapan merupakan salah satu carauntuk menjaga
kelestarian air tanah.
Pilot
Project Geografi
Sumur Resapan
Kemarau panjang sering berdampak
negatif kepada kehidupan, kekurangan air bersih, kebakaran hutan, dan
lain-lain. Padahal setiap musim penghujan kita mengalami banjir yang juga
membawa kerugian besar. Untuk mengantisipasi kedua hal tersebut sekaligus, kita
perlu membuat sumur-sumur resapan. Untuk di daerah-daerah yang tanahnya masih
luas kita dapat membuat kolam atau empang. Untuk lokasi yang terbatas kita membuat
sumur resapan.
Adapun cara membuat sumur resapan
cukup mudah. Pertama, galilah tanah di sekitar rumah, terutama yang berada
dekat pompa air atau jet pump. Kedua, isi lubang secara bergantian dengan
pecahan tembok atau batu kali dan ijuk secara bergantian hingga lubang penuh.
Ketiga, pada bagian atas tutup dengan pasir. Keempat, arahkan curahan air hujan
atau air bekas cucian dapur ke arah lubang, air itu akan meresap ke dalam tanah
dan akan menjadi sumber air tanah bagi lingkunganmu. Cobalah praktikkan hal
ini di sekitar rumahmu maka kamu tak perlu menggali sumur baru atau memperdalam
sumur setiap musim kemarau, dan tentu biayanya akan lebih murah. (Murnaria
Manalu)
6. Penyebab, Dampak, serta Usaha
Mencegah Terjadinya Banjir
Penggundulan
hutan menyebabkan hutan gundul dan tidak bervegetasi. Keadaan ini dapat
memperkecil daya serap air. Jika daerah ini diguyur hujan secara terus-menerus,
hanya sedikit air yang dapat terserap. Akibatnya, air akan meluap dan
terjadilah banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang sering tergenang air
saat banjir, dapat terjadi karena pemindahan dan perubahan meander sepanjang
lembah sungai serta adanya hasil pengendapan sedimen pada bekas aliran yang
ditinggalkan akan membentuk suatu lengkungan dataran yang luas, yang
kadang-kadang luasnya dapat jauh lebih besar daripada alur sungainya sendiri.
Banjir dapat
menimbulkan dampak kerugian bagi manusia, seperti kerusakan pada rumah, jalan,
jembatan, bahkan dapat mengakibatkan korban jiwa. Jika banjir menerjang persawahan,
menyebabkan gagalnya panen. Contohnya, banjir bandang yang menerjang Sinjai
(Sulawesi Selatan). Banjir ini telah menghancurkan rumah, gedung sekolah,
tempat ibadah, dan menewaskan ratusan jiwa baik manusia maupun hewan.
Timbulnya
polusi air dan berbagai macam penyakit akibat bencana banjir berdampak
psikologis bagi korban. Usaha-usaha manusia untuk mengurangi risiko banjir,
antara lain, sebagai berikut:
1. meningkatkan daya resapan air, melakukan reboisasi
atau penghijauan dan penghutanan kembali wilayah gundul;
2. mengurangi
terjadinya erosi, membuat terrasering dan sengkedan pada lahan miring;
3. menahan luapan air sungai, membangun tanggul-tanggul;
4. melakukan pelurusan sungai dan pengerukan sungai
bagian dasar lembah pada musim kemarau;
5. membuat terusan saluran air;
6. membuat bendungan serbaguna untuk menampung dan
memanfaatkan air sepanjang tahun;
7. membuat kanal-kanal sungai, selokan-selokan air,
membuat pintu air, membuat tanggul-tanggul pada tepi kota sepanjang batas
aliran sungai di daerah-daerah perkotaan;
8. menimbulkan kesadaran penduduk dalam upaya memelihara
lingkungan hidup melalui pendidikan formal atau nonformal dan melalui media
massa.
Usaha
pencegahan banjir juga harus dilakukan dengan menggunakan konsep DAS. Perubahan
fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi
DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan
air di bagian hulu.
Perubahan
tata guna lahan, misalnya, dari hutan menjadi permukiman, perkebunan, dan
lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara drastis.
Seluruh air hujan akan dilepaskan ke wilayah hilir. Sebaliknya, semakin besar
retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan
di DAS ini dan secara perlahan-lahan dialirkan ke sungai hingga tidak
menimbulkan banjir di hilir. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS adalah
bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air
terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai
dapat stabil.
Retensi DAS
dapat ditingkatkan dengan cara, program penghijauan yang menyeluruh baik di
perkotaan/perdesaan atau kawasan lain, mengaktifkan bendungan-bendungan
alamiah, membuat resapan-resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau
menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat
berakibat sulitnya air hujan meresap ke tanah. Memperbaiki retensi DAS pada
prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara
alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir untuk itu
perlu adanya proses pembelajaran sosial yang efektif dan terus-menerus.